Sistem Ritual



Oleh: 
Faisal Wibowo

I. PENDAHULUAN 
Ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari tentang manusia yang menyangkut agama dengan pendekatan budaya adalah ‘Antropologi Agama’ atau ‘Antropologi Religi’. Kedua istilah tersebut mengandung arti adanya hubungan antara manusia dengan kekuasaan yang ghaib dan menyangkut adanya buah pikiran sikap dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan kekuasaan yang tidak nyata. Buah pikiran, sikap dan perilaku manusia tentang keagamaan dan kepercayaan itu pada kenyataannya dapat dilihat dalam wujud tingkah laku dalam acara dan upacara-upacara tertentu menurut tata cara yang ditentukan dalam agama dan kepercayaan masing-masing. Dengan demikian Antropologi Agama tidaklah mendekati agama itu sebagaimana dalam ‘Teologi’ (Ilmu Ketuhanan), yaitu ilmu yang menyelidiki wahyu Tuhan. Salah satu kajian dalam Antropologi Agama adalah mengkaji “Sistem Ritual,” maka marilah kita masuk ke dalam pembahasan mengenai hal itu supaya pemahaman tentang Antropologi Agama bisa lebih berkembang. 

II. PEMBAHASAN 

A. SISTEM RITUAL 
Ketika kita berusaha menemukan sebuah definisi yang cukup luas dan tentu saja juga komprehensif untuk mencakup ragam aktivitas manusia yang bisa kita gambarkan di bawah kata “ritual” tidaklah dapat dilakukan semuanya itu secara mulus. Bobby Alexander menekankan dua aspek dalam ritual, yaitu “performance” dan transformation.” “Ritual defined in the most general and basic terms is performance, planned or improvised, that effects a transition from everyday is transformed.” (Alexander, 1997: 139) Di dalam definisinya tersebut, Alexander menekankan bahwa semua ritual, termasuk ritual keagamaan, didasarkan kepada dunia keseharian manusia. Salah satu definisi yang paling baik mengenai ritual keagamaan diberikan oleh Victor Turner, yang mendeskripsikannya sebagai: “Prescribed formal behavior for occasions not given over to technical routine, having reference to beliefs in mystical (or non-empirical) beings or powers, regarded as the first and final causes of all effects.” (Turner, 1982, p. 79) 

B. PANDANGAN ANTROPOLOG TERHADAP RITUAL 
Kita bisa melihat secara lebih jernih apa yang terjadi di dalam sebuah ritual jika kita mampu memahami lima faktor utama ritual, yaitu: 

1. Dimensi Material Suatu Ritual Kita akan mengobservasi dan mendokumentasikan dimensi material suatu ritual. Objek-objek fisik apa saja yang digunakan (seperti buku/kitab, alat music, makanan, lilin, dan bel)? Dalam ruang fisik seperti apa suatu ritual terjadi (seperti di dalam atau di luar ruangan)? Di sebuah ruangan yang besar ataukah sebaliknya sangat kecil? Bagaimana para pesertanya berbusana? Bagaimana atmosfer fisik tempat tersebut (terang atau gelap)? Dipenuhi asap atau tidak? Bau-bauan seperti apa atau sensasi lain apa yang terasa? Kesimpulannya, apa yang membuat tempat tersebut menjadi “sakral”? 

2. Dimensi Aktif Suatu Ritual Mengeni apa yang dilakukan oleh para peserta ritual itu. Misalnya menyanyi, menari, ataukah hanya duduk? Bagaimana rentetan, urutan aksi ritual itu dilaksanakan? Bagaimana mood atau sikap para partisipan saat mereka berada dalam pelaksanaan ritual tertentu? Perlu ditegaskan bahwa tindakan ritual tidak terjadi dalam Susana vakum. Setiap ritual harus dimulai oleh semacam tindakan pemula yang menyiapkan para partisipan untuk masuk secara penuh ke dalam ruang dan waktu yang sacral, dan itu biasanya akan diikuti oleh beberapa aksi yang memperkenankan para partisipan untuk kembali masuk ke dunia profan dengan cara gradual. 

3. Dimensi Kemanusiaan Dimensi ini mencakup siapa saja yang berpartisipasi (bukan orang per orang secara spesifik, namun kategori yang mereka miliki, misalnya para tetua, anak muda, perempuan, laki-laki atau komunitas dari kelas sosial tertentu)? Kemudian apakah ada perbedaan yang tampak menonjol antara mereka yang tampak memimpin acara ritual dengan mereka yang membentuk “majlis”?. 

4. Dimensi Supranatural Suatu Ritual Dimensi ini untuk mengukur wujud/kekuatan atau ide apa yang bertengger di pusat ritual (yaitu bagaimana karakteristik “dunia supranaturalnya” yang dengannya para partisipan ingin tenggelam)? 

5. Dimensi Mitologis Suatu Ritual Tujuan daripada dimensi ini adalah untuk melihat dan membuka tabir kisah semacam apakah yang disampaikan untuk menjelaskan mengapa setiap orang berkumpul pada waktu ini, di tempat ini, untuk tujuan-tujuan ini? Disamping itu, dilihat juga siapa yang menyampaikan kisah-kisah tersebut? Apakah kisah tersebut secara eksplisit dibacakan, atau apakah ini secara implisit mengasumsikan bahwa setiap orang sudah mengetahuinya? 

C. TIPE-TIPE RITUAL 
Ada lima kategori umum ritual , yaitu: 

1. Technological Rituals 
Tipe ritual yang pertama adalah yang bersifat teknologis. Fokusnya adalah kepada pencapaian suatu kendali atas kekuatan-kekuatan alam. 
2. Therapeutic Rituals 
Kedua adalah tipe ritual yang bersifat terapetik. Ini umumnya dirancang untuk mencegah atau mengatasi ketidakberuntungan atau suatu penyakit. 
3. Ideological Rituals 
Ini merupakan tipe ketiga ritual yang bersifat ideologis. Ritual-ritual tersebut umumnya dirancang untuk memperkuat nilai-nilai yang ada di dalam sebuah kelompok. 
4. Salvationary Rituals 
Selanjutnya, tipe keempat ritual adalah ritual keselamatan (salvationary). Ritual semacam ini dirancang untuk menolong bergelutnya seseorang dengan urusan individual. 
5. Revitalization Ritual 
Tipe ritual yang kelima adalah jenis ritual yang diasosiasikan dengan gerakan-gerakan revitalisasi (revitalization movements), yang dilakukan demi ISI masyarakat secara keseluruhan apa yang ritual-ritual keselamatan lakukan untuk individu. 

D. PARA PRAKTISI RITUAL 
Dapat dipastikan bahwa tidak semua orang dapat memimpin sebuah ritual. Pastinya ritual tersebut dipimpin oleh para anggota grup yang telah memperoleh semacam pelatihan khusus yang member mereka pengetahuan dan kekuatan yang tidak dibagi kepada para anggota grup lain. Para pemimpin ritual dalam tradisi keagaman yang bisa membaca berorientasi kepada semacam wujud supernatural yang dipersonalisasikan atau wujud-wujud yang disebut priest atau priestesses. Mereka berasal dari keluarga atau keturunan terpilih, meski apapun keahlian yang mereka miliki tidaklah secara langsung diwariskan namun harus dipelajari melalui kajian yang intensif. Priest dan Pristesses memimpin jama’ah dalam kegiatan berdo’a (memohon pertolongan kepada yang kuasa) dan member persembahan (memberi suguhan sebagai tanda syukur). 

E. KESIMPULAN 
Dari penjelasan di atas yang singkat, dapat disimpulkan bahwa praktek-praktek ritual adalah bentuk-bentuk system keagamaan yang bersifat universal. Praktek tersebut adalah instrument yang dengannya berbagai abstrak dari suatu system keyakinan diterjemahkan ke dalam ruang dan masa yang sakral. Ritual juga menyediakan forum di mana para pengikutnya masing-masing mengkomunikasikan gagasan-gagasan mereka dengan menyediakan saluran-saluran yang melaluinya manusia berhubungan dengan wujud supernatural. 

III. DAFTAR PUSTAKA 
Hadikusuma, Hilman. Antropologi Agama. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993 

Razak, Yusron. Nurtawarban, Ervan. Antropologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Faisal wibowo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger