Setiap perkara
yang dilakukan oleh manusia, tidaklah terlepas dari dua hal: apakah
perkara yang dilakukan tersebut berdasarkan kebenaran atau berdasarkan maslahat
? Dengan kata lain, motivasi (dorongan) kerja manusia ada dua bentuk: mencari
sebuah kebenaran dan berfikir secara maslahat
1. Mencari
Kebenaran
Pencari kebenaran terbentuk dari tiga perkara:
1. Kecenderungan 2. Pandangan 3. Metode. Hakekat pencari kebenaran akan
ditemukan sesuai dengan tiga bentukan ini: 1. Aliran kebenaran. 2.
Kebenaran yang yakin. 3. Kebenaran sebagai tolak ukur. Manusia dalam mencari
kebenaran melalui tiga bentuk yang berada dalam dirinya, yakni hati sebagai
pusatnya niat atau maksud dan mencintai dan membenci manusia. Otak yang mana
sebagai pusat pandangan-pandangan manusia.
Fenomena sebagai tempat metode-metode amal
perbuatan dan tingkah laku manusia untuk menetapkan sebuah hakekat. Cinta dan
benci pada manusia hanya berdasarkan kebenaran dan hakekat (aliran kebenaran),
selain dari keyakinan-keyakinan yang benar maka iman tidak bisa didatangkan dan
juga menerima setiap keyakinan yang benar (kebenaran yang yakin) dan selalu
berdiri dengan kebenaran dan sebab-sebabnya. Dan dalam sisi pengamalan, mereka
tidak akan berpaling. Dan prilaku mereka hanya berdasarkan atas hakekat
(kebenaran sebagai tolak ukur).
2.
Berfikir maslahat
Seseorang yang melakukan perbuatannya
berdasarkan prinsip maslahat, harus memulai dengan pengenalan terhadap
maslahat pribadinya. Kemudian akan mengetahui maslahat apa yang paling
baik bagi dirinya. Dan bagaimana akan mendapatkan maslahat itu, melalui
jalan apa yang bisa menjauhkan diri dari perkara yang membahayakan serta akan
mendekatkan pada perkara yang menguntungkan.
Pada dasarnya, sesuatu apa yang menguntungkan
dan permasalahan apa yang merugikan. Seseorang yang berpegang pada agama akan
mengetahui bahwa Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Penyayang mengetahui maslahat
sesuatu dan menginginkannya. Oleh karenanya, paling tingginya tingkat
maslahat pada-Nya akan menjamin suatu kebaikan dalam ruang lingkup agama.
Apabila bagian dari maslahat ke depan dan
yang terlewati tidak diketahui maka lebih diutamakan maslahat di dalam
ketetapan agama dan maslahat terhadap amal perbuatan atasnya. Dikarenakan
berpegang pada agama sebagai jalan keselamatan dan mengantarkan pada kebahagian
dunia dan akhirat. Alhasil, orang beragama akan menanti sebuah pengorbanan
untuk mengantarkannya pada keselamatan. Dan ini adalah perbuatan
orang-orang yang berakal dan berperikemanusiaan. Dikarenakan, akan menjamin
maslahat manusia pada jalan ini.
Benar, akan hilang sebagian maslahat dunia,
akan tetapi akan mendatangkan kebaikan yang abadi. Apakah jual beli dan
perdagangan yang lebih besar dan menguntungkan dari hal ini? Allah Swt dalam
al-qur’an berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan
suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih. Yaitu
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (Shaf ayat 10
dan11)
Setiap dua individu manusia melalui jalan ini
mampu mengantarkan jalan menuju maslahat akhirat dan mendapatkan keselamatan
atas dirinya serta dengan dalil ini juga akan mendapatkan ketenangan
dunia. Agama seperti tali yang telah disambungkan dari puncak gunung,
sehingga para pendaki dengan perantara tali tersebut mampu untuk naik ke atas
gunung, sebagai pengaman dari jatuh atau kecelakaan serta sebagai alat
bantu naik.
Begitu juga agama sebagai tali Allah yang kuat,
dengan berpegang dengannya mampu mengantarkan kepada puncak keselamatan dan
mendapatkan kebaikan-kebaikan yang pasti dan abadi serta telah
bergerak pada puncak keamanan dan ke- tenangan jiwa. Yakni, juga seiring dengan
ketenangan duniawi serta kebahagiaan akhirat: “ Barang- siapa yang berpegang
pada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk ke jalan yang
lurus….” “Dan berpeganglah kalian pada tali(agama) Allah dan
janganlah bercerai berai…” (surat Al-Imran ayat 101 dan
103).
Posting Komentar