My Motivation Letter

Saya Faisal Wibowo, Mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Awal februari lalu, saya terpilih untuk mengikuti pelatihan DKM dan Da’i Muda se-Jabodetabek di Cibubur – Jakarta Timur sebagai representatif dari DKM Nur Al-Falah Vila Dago Pamulang yang tergabung dalam sebuah Komunitas Islam Rahmatan Lil’alamin, diselenggarakan oleh Yayasan Lazuardi Birru, Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDKOM) UIN Jakarta serta Dewan Masjid Indonesia (DMI). Dalam acara itu yang menjadi perhatian utama ialah bagaimana sebuah agama, khususnya Islam menjalin hubungan yang harmonis, cinta kasih dan penuh damai serta menebarkan kebaikan terhadap semua agama. Tema yang diusung ketika itu ialah tentang menyampaikan dan mengelola Dakwah Islam Rahmatan Lil’alamin, artinya Islam itu adalah rahmat bagi seluruh alam. Dengan tersenyum Islam mengajarkan untuk menghargai sesamanya. Karena Islam cinta damai dan menentang kekerasan serta terorisme dalam bentuk apapun. Sejarah mencatat bahwa ketika Rasulullah SAW masih hidup sering beliau memberi makan kepada seorang pengemis buta beragama Yahudi. Pengemis itu selalu menghujat dan menghina Nabi Muhammad. Sampai pada satu waktu dimana Nabi SAW sudah wafat, maka Abu bakar lah yang memberi makan pengemis itu, namun dia akhirnya tahu bahwa yang memberinya makan itu bukan Nabi Muhammad, maka seketika itu Abu Bakar berkata kepada pengemis itu: “Ya, aku memang bukan orang yang biasa mendatangimu. Aku hanyalah sahabatnya. Sedangkan orang mulia itu telah wafat beberapa hari lalu. Dialah Muhammad Rasulullah Saw.” Mendengar penjelasan Abu Bakar, si pengemis tersedak. Orang yang selama ini dia caci-maki sepanjang hari, ternyata justeru yang selama ini paling peduli terhadap dirinya. “Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah….,” seketika si pengemis berseru. Kisah tersebut jelas mengambarkan bahwa Islam mengajarkan kebaikan dan cinta damai bahkan kepada siapapun yang membenci dan memfitnahnya. Fakta yang saat ini terjadi di masyarakat Indonesia seringkali kita harus selalu mengelus dada menyaksikan aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Orang-orang islam garis keras melempari rumah ibadah jemaat tertentu dan memburu mereka, bahkan sampai ada yang tewas. Dimana letak konsep islam yang damai, cinta kasih dan mengajarkan kebaikan? 

Tentu ini bukan tanpa sebab. Konflik horisontal yang selalu membawa-bawa nama agama tidak berdiri sendiri. Kekerasan atas nama agama yang tidak pernah diselesaikan dengan tegas menjadi salah satu faktor penyebab mengapa konflik ini tak pernah mati di Indonesia. Para aktor kerusuhan tak mendapat sanksi yang tegas. Akibatnya, tak ada efek jera. Penerapan ajaran agama yang mengabaikan aspek sosio-kultural masyarakat setempat, Penolakan total terhadap tradisi lokal, sekaligus pada perkembangan modernitas dengan tanpa mengadaptasikan ajaran agama dengan kebutuhan sejarah dan konteks sosial, pada akhirnya melahirkan sikap eksklusif dan pandangan ekstrem dalam beragama. Radikalisasi agama kian menguat, terutama terlihat dari merosotnya toleransi terhadap kelompok atau agama lain. Situasi ini cukup berbahaya sebab bisa mengikis kesadaran kebangsaan di Indonesia sehingga mengganggu sistem ketahanan dan kenyamanan kondisi bangsa Indonesia yang dibangun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sebagaimana dimaklumi setiap umat suatu agama/keimanan tertentu cenderung mempengaruhi umat agama/keimanan lain. Dalam kaitan ini mungkin sekali terjadi ketegangan atau konflik. Untuk hal ini, kitab suci umat Islam (Al-Qur’an) memberikan petunjuk yang sangat bijak, yaitu sebagai berikut: “Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan penuh bijak dan tutur kata yang baik, (jika mereka mendebat) berdebatlah dengan cara yang lebih baik, sesungguhnya Tuhanmu yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan juga yang lebih tahu siapa yang mendapatkan hidayah-Nya.”(QS. An-Nahl [16]: 125). Selain itu, peran setiap warga masyarakat terutama para pemuda sangat penting dalam meminimalisasikan dan menormalkan kondisi dari riak-riak kekerasan yang mengatasnamakan agama dan kepentingan kelompok agama, politik bahkan negara. Karena dengan semangat kebinekaan dan Pancasila serta didampingi dengan amanat UUD 1945, integritas yang bisa menciptakan keamanan dan pertahanan negara bisa menguat. 

Dengan demikian saya yakin tentunya pengalaman dan ilmu yang saya peroleh ini akan bermanfaat ketika diaplikasikan di lingkungan masyarakat dan juga tak kalah pentingnya manakala direalisasikan bersama untuk ke depannya sebagai sebuah program melalui Indonesia Youth Fellowship Camp (IYFC) ini. Karena saya akan belajar banyak hal yang belum saya ketahui dan juga saya akan bertemu dengan para pemuda lintas agama dari seluruh Indonesia, tentunya akan membuat saya semakin bersemangat untuk bersama-sama dengan mereka menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebaikan dan cinta kasih serta damai antar sesama. Yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini adalah pemuda-pemuda yang memiliki mentalitas yang kuat, keberanian, ketulusan dan mampu menembus batas ruang dan waktu, berjuang, menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan dalam bidang politik, HAM, ekonomi, dan sebagainya sehingga bisa menunjukkan dan membuktikan bahwa pemuda lah yang akan menentukan masa depan sebuah bangsa. Dan kita lah yang akan membuat bangsa ini tersenyum, tersebar kebaikan dan keharmonisan. Dengan bakat dan potensi serta semangat yang saya miliki ini, saya yakin dengan mengikuti Indonesia Youth Fellowship Camp (IYFC) akan bisa membuat suatu perubahan besar yang berarti bagi masyarakat Indonesia yang plural ini, pastinya dengan dilandasi oleh prinsip-prinsip atau nilai-nilai kebaikan.
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Faisal wibowo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger